Rabu, 01 Juli 2015

TAHAPAN IFRS DI INDONESIA

TAHAPAN IFRS DI INDONESIA

Globalisasi telah menjadikan dunia seakan-akan tanpa batas. Akses informasi dari satu negara ke negara yang lainnya dapat dilakukan dalam hitungan menit bahkan detik. Hal ini memungkinkan komunikasi yang intens diantara penduduk dunia (Global Citizen). Salah satu konsekuensi dari interaksi transnasional ini adalah diperlukannya suatu standarnisasi atau aturan umum yang dapat dipakai/dipraktekkan di seluruh dunia. Akuntansi tidak terlepas dari efek globalisasi. Serangkaian gerakan yang dimulai sejak 1973 telah dilakukan oleh International Accounting Standard Committee (IASC). IASC yang pada tahun 2001 berubah menjadi International Accounting Standard Board (IASB) bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang berkualitas tinggi, dapat dipahami, dan diterapkan secara global diseluruh dunia.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi yang berwenang dalam membuat standar akuntansi di indonesia telah melakukan langkah-langkah penyeragaman standar akuntansi keuangan. Sejak tahun 1994 IAI telah melaksanakan program harmonisasi dan adaptasi standar akuntansi internasional dalam rangka pengembangan standard akuntansinya (SAK [2009]). Berdasarkan data perbandingan yang dilakukan oleh Osman Ramli Satrio dan Rekan terhadap PSAK per 1 Januari 2007 dan standar akuntansi internasional (IFRS dan US GAAP) diperoleh data bahwa dari 57 PSAK yang ada sebanyak 28 PSAK dikembangkan dari IFRS dan 20 PSAK dikembangkan dari US. GAAP sementara 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI. Lebih lanjut 1 PSAK mengenai syariah dikembangkan dari standard akuntansi yang dibuat oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan regulasi lokal yang relevan (Deloitte, 2007).
IAI pada Desember 2008 telah mengumumkan rencana konvergensi standar akuntansi lokalnya yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan International Financial Reporting Standards (IFRSs) yang merupakan produk dari IASB. Rencana pengkonvergensian ini direncanakan akan terealisasi pada tahun 2012.
Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi).
Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Petreski, 2005).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencanangkan bahwa Standar akuntansi internasional (IFRS) akan mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Pada tahun 2012 tersebut diharapkan Indonesia sudah mengadopsi keseluruhan IFRS, sedangkan khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010.
Baskerville (2010) dalam Utami, et al. (2012) mengungkapkan bahwa konvergensi dapat berarti harmonisasi atau standardisasi, namun harmonisasi dalam konteks akuntansi dipandang sebagai suatu proses meningkatkan kesesuaian praktik akuntansi dengan menetapkan batas tingkat keberagaman. Jika dikaitkan dengan IFRS maka konvergensi dapat diartikan sebagai proses menyesuaikan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terhadap IFRS.
Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012. Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain.
Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara -negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.
Terdapat 3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di Indonesia, yaitu:
1. Tahap Adopsi (2008 – 2011), meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi terhadap PSAK yang berlaku.
2. Tahap Persiapan Akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap persiapan infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
3. Tahap Implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS secara bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK secara komprehensif.
Analisis;
1. Sejauh mana adopsi IFRS telah diterapkan dalam Laporan Keuangan di Indonesia?
Saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
2. Bagaimana sifat adopsi yang telah dilakukan, apakah adopsi seluruh atau sebagian (harmonisasi)?
Saat ini, adopsi yang dilakukan oleh PSAK Indonesia sifatnya adalah harmonisasi atau sebagian, belum adopsi secara utuh, namun indonesia mencanangkan akan adopsi seutuhnya IFRS pada tahun 2012. Adopsi ini wajib diterapkan terutama bagi perusahaan publik yang bersifat multinasoinal, untuk perusahaan non publik yang bersifat lokal tidak wajib diterapkan.
3. Dan apa manfaat bagi perusahaan yang mengadopsi khususnya dan bagi perekonomian Indonesia pada umumnya?
Penggunaan standar akuntansi internasional dalam pelaporan keuangan memiliki beberapa manfaat, diantaranya;
a. Penggunaan standar akuntansi keuangan dapat meningkatkan keakuratan dalam menilai performa perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan. Asbaugh dan Pincus (2001) menyatakan bahwa keakuratan analisis yang dilakukan oleh analis keuangan meningkat setelah perusahaan mengadopsi/menggunakan standard akuntansi internasional (IFRS). Menurut Asbaugh dan Pincus (2001) meningkatnya keakuratan analisis dari para analis keuangan disebabkan karena standar akuntansi internasional mensyaratkan pengungkapan kondisi keuangan yang lebih rinci daripada standar akuntansi lokal.
b. Dari penggunaan standar akuntansi internasional adalah dimungkinkannya perbandingan antar perusahaan yang berdomisili pada dua tempat yang berbeda (contoh: membandingkan perusahaan yang beroperasi di Indonesia dan yang beroperasi di Australia). Hal ini dimungkinkan karena kesamaan aturan dan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan sehingga memudahkan dilakukan perbandingan informasi-informasi keuangan diantara perusahaan-perusahaan yang bersangkutan.
c. Konvergensi PSAK dengan IFRS dapat membawa manfaat bagi iklim investasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kemudahaan para investor untuk membandingkan informasi-informasi keuangan dari perusahaan di Indonesia dengan perusahaan di negara lain. Lebih lanjut lagi analisis-analisis yang dilakukan oleh para pakar keuangan terhadap informasi keuangan perusahaan Indonesia dapat lebih akurat sehingga dapat mengurangi keraguan investor akan kekeliruan pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan para analis.
4. Daftar perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan IFRS di Indonesia
1 PT Adhi Karya Tbk Indonesia
2 PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Indonesia
3 PT Aneka Tambang Tbk Indonesia
4 PT Freeport Tbk Indonesia
5 PT Garuda Indonesia Tbk Indonesia
6 PT Indofood Sukses Makmur Tbk Indonesia
7 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Indonesia
8 PT Mustika Ratu Tbk Indonesia
5. Profile perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan IFRS di Indonesia
1. PT. Adhi Karya (Persero) Tbk.
Prosedur dan legalitas:
Salah satu Perseroan terpilih (company of choice) dalam lini jasa konstruksi, rekayasa, dan investasi infrastruktur.
Profil singkat:
Nama Adhi Karya untuk pertama kalinya tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja pada tanggal 11 Maret 1960. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1961 Adhi Karya ditetapkan menjadi Perseroan Negara Adhi Karya. Pada tahun itu juga, berdasarkan PP yang sama Perseroan Bengunan bekas milik Belanda yang telah dinasionalisasikan, yaitu Associate NV, dilebur ke dalam Perseroan.
PT Adhi Karya (Persero) Tbk. didirikan pada tahun 1974. Selanjutnya pada tanggal 1 Juni 1974, bentuk hukum Perseroan menjadi Perseoran Terbatas berdasarkan Akta No. 1 tanggal 1 Juni 1974 juncto Akta perubahan No. 2 tanggal 3 Desember 1974, keduanya dibuat dihadapan Notaris Kartini Mulyadi, SH, Notaris di Jakarta. Perseroan berkedudukan di Jl. Raya Pasar Minggu Km, 18, Jakarta 12510.
Akta Pendirian ini telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia daengan Surat Keputusan No. Y.A.5/5/13 tanggal 17 Januari 1975 dan didaftarkan dalam buku register pada Kantor Pengadilan Negeri Jakarta di bawah No. 129 tanggal 15 Januari 1975, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 85 tanggal 24 Oktober 1975. Tambahan No. 600.
2. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk
Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau “Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto”, suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
3. PT Aneka Tambang Tbk
PT Aneka Tambang Tbk.adalah perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki pemerintah dan publik dan bergerak di bidang pertambangan. Perusahaan yang didirikan sejak 5 Juli 1968 ini memiliki kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan serta pemasaran sumber daya mineral. Bijih nikel kadar tinggi atau saprolit, bijih nikel kadar rendah atau limonit, feronikel, emas, perak dan bauksit adalah komoditas utama perusahaan ini. Selain itu Antam juga melayani jasa pengolahan dan pemurnian logam mulia serta jasa geologi.
Selain beroperasi di Indonesia, ANTAM juga memiliki pelanggan di Eropa dan Asia. ANTAM telah membentuk beberapa usaha patungan dengan mitra internasional karena luasnya wilayah eksplorasi berlisensi perusahaan serta sahamnya besar untuk mengembangkan tubuh bijih geologi menjadi pertambangan yang menguntungkan.
Dalam perjalanan bisnisnya, perusahaan ini menjadi perseroan terbatas pada tahun 1968 dengan penggabungan beberapa perusahaan pertambangan komoditas tunggal. ANTAM adalah perusahaan milik negara yang dihasilkan dari penggabungan beberapa perusahaan pertambangan dan proyek milik negara yaitu State General Mining Company, the State Bauxite Mining Company, the Tjikotok State Gold Mining Company, the State Precious Metals Company, PT Nickel Indonesia, the Diamond Project dan banyak lagi proyek di bawah Bapetamb.
Perusahaan telah melakukan initial public offering (IPO) dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dan 35% dijual oleh pemerintah kepada masyarakat pada tahun 1997 demi mengumpulkan uang untuk ekspansi feronikel. Pada tahun 1999, Antam mencatatkan sahamnya di Australia sebagai entitas asing dan kemudian pada tahun 2002, perusahaan meningkatkan statusnya ke ASX Listing yang lebih ketat. Pada tanggal 14 September 1974, status Perusahaan diubah dari Perusahaan Negara ke perusahaan Milik Negara (Persero) dan dikenal sebagai “Perusahaan Perseroan (Persero) Aneka Tambang”.
Tujuan ANTAM diarahkan pada peningkatan nilai pemegang saham. Selain itu tujuan utama perusahaan juga untuk meningkatkan nilai pemegang saham melalui penurunan biaya serta secara menguntungkan memperluas operasi secara berkelanjutan.
Sebagai perusahaan pertambangan, Antam menyadari operasinya memiliki dampak langsung terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Kelestarian lingkungan dan pengembangan masyarakat tidak dipandang hanya sebagai bertanggung jawab secara sosial, tetapi juga sebagai manajemen risiko. ANTAM percaya kelestarian lingkungan dan pengembangan masyarakat proaktif diperlukan untuk suksesnya mengoperasikan tambang. Perhatian serius terhadap upaya konservasi alam dan partisipasi proaktif dalam pengembangan masyarakat merupakan salah satu kunci sukses untuk kegiatan penambangan.
4. PT Freeport Tbk
Merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
Kompleks tambang milik kami di Grasberg merupakan salah satu penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia, dan mengandung cadangan tembaga yang dapat diambil yang terbesar di dunia, selain cadangan tunggal emas terbesar di dunia. Grasberg berada di jantung suatu wilayah mineral yang sangat melimpah, di mana kegiatan eksplorasi yang berlanjut membuka peluang untuk terus menambah cadangan kami yang berusia panjang.
Tentang Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.
Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX) merupakan perusahaan tambang internasional utama dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. FCX mengelola beragam aset besar berusia panjang yang tersebar secara geografis di atas empat benua, dengan cadangan signifikan terbukti dan terkira dari tembaga, emas dan molybdenum. Mulai dari pegunungan khatulistiwa di Papua, Indonesia, hingga gurun-gurun di Barat Daya Amerika Serikat, gunung api megah di Peru, daerah tradisional penghasil tembaga di Chile dan peluang baru menggairahkan di Republik Demokrasi Kongo, kami berada di garis depan pemasokan logam yang sangat dibutuhkan di dunia.
Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. merupakan perusahaan publik di bidang tembaga yang terbesar di dunia, penghasil utama di dunia dari molybdenum – logam yang digunakan pada campuran logam baja berkekuatan tinggi, produk kimia, dan produksi pelumas – serta produsen besar emas. Selaku pemimpin industri, FCX telah menunjukkan keahlian terbukti untuk teknologi maupun metode produksi menghasilkan tembaga, emas dan molybdenum. FCX menyelenggarakan kegiatan melalui beberapa anak perusahaan utama; PTFI, Freeport-McMoRan Corporation dan Atlantic Copper.
5. PT Garuda Indonesia Tbk
Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan Indonesia yang berkonsep sebagai full service airline (maskapai dengan pelayanan penuh). Saat ini Garuda Indonesia mengoperasikan 82 armada untuk melayani 33 rute domestik dan 18 rute internasional termasuk Asia (Regional Asia Tenggara, Timur Tengah, China, Jepang dan Korea Selatan), Australia serta Eropa (Belanda).
Sebagai bentuk kepeduliannya akan keselamatan, Garuda Indonesia telah mendapatkan sertifikasi IATA Operational Safety Audit (IOSA). Hal ini membuktikan bahwa maskapai ini telah memenuhi standar internasional di bidang keselamatan dan keamanan.
Untuk meningkatkan pelayanan, Garuda Indonesia telah meluncurkan layanan baru yang disebut “Garuda Indonesia Experience”. Layanan baru ini menawarkan konsep yang mencerminkan keramahan asli Indonesia dalam segala aspek. Untuk mendukung layanan ini, semua armada baru dilengkapi dengan interior paling mutakhir, yang dilengkapi LCD TV layar sentuh individual di seluruh Business Class dan Economy Class. Selain itu, penumpang juga dimanjakan dengan Audio and Video on Demand (AVOD), yaitu sistem hiburan yang menawarkan berbagai pilihan film atau lagu, sesuai pilihan masing-masing penumpang.
Berbagai penghargaan pun telah diterima oleh Garuda Indonesia sebagai bukti dari keunggulannya. Pada tahun 2010, Skytrax menobatkan Garuda Indonesia sebagai “Four Star Airline” dan sebagai “The World’s Most Best Improved Airline”. Selanjutnya pada Juli 2012, Garuda Indonesia mendapatkan penghargaan sebagai “World’s Best Regional Airline” dan “Maskapai Regional Terbaik di Dunia”. Sebuah lembaga konsultasi penerbangan bernama Centre for Asia Aviation (CAPA), yang berpusat di Sydney, juga memberikan penghargaan kepada Garuda Indonesia sebagai “Maskapai yang Paling Mengubah Haluan Tahun Ini”, pada tahun 2010. Sedangkan Roy Morgan, lembaga peneliti independen di Australia, juga memberikan penghargaan kepada Garuda Indonesia sebagai “The Best International Airline” pada bulan Januari, Februari dan Juli 2012.
Garuda Indonesia memang telah berhasil mengubah haluannya, sehingga terhindar dari kegagalan di masa krisis dan meraih kesuksesan pada era 2006 hingga 2010. Setelah melalui masa-masa sulit, kini Garuda Indonesia melanjutkan kesuksesan dengan menjalankan program 5 tahun ekspansi secara agresif. Program ini dikenal dengan nama ‘Quantum Leap’. Program ini diharapkan akan membawa perusahaan menjadi lebih besar lagi, dengan jaringan yang lebih luas dan diiringi dengan kualitas pelayanan yang semakin baik.
Saat ini Garuda Indonesia memiliki tiga hub di Indonesia. Pertama adalah hub bisnis yang berada di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Kedua adalah hub di daerah pariwisata yang berada di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Kemudian untuk meningkatkan frekuensi penerbangan ke bagian timur Indonesia, Garuda Indonesia juga memiliki hub di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Terlepas dari bisnis utamanya sebagai maskapai penerbangan, Garuda Indonesia juga memiliki unit bisnis (Strategic Business Unit/SBU) dan anak perusahaan. Unit bisnis Garuda Indonesia adalah Garuda Cargo dan Garuda Medical Center. Sedangkan anak perusahaan Garuda Indonesia adalah PT Citilink Indonesia, yaitu maskapai tarif rendah (Low Cost Carrier), PT Aerowisata (hotel, transportasi darat, agen perjalanan dan katering), PT Abacus Distribution System Indonesia (penyedia layanan sistem pemesanan tiket), PT Aero System Indonesia/Asyst (penyedia layanan teknologi informasi untuk industri pariwisawata dan transportasi) dan PT Garuda Maintenance Facility (GMF AeroAsia), yaitu perusahaan yang bergerak di bidang perawatan pesawat, perbaikan, dan overhaul.
Pada bulan Februari 2011, Garuda Indonesia telah menjadi Perusahaan Publik dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

SEJARAH STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA


SEJARAH STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat di ibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang mepengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan modifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”.
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengmodifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan modifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personil yang terus diperbaharui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Due Process Prosedur penyusunan SAK
1. Due Process Prosedur penyusunan SAK sebagai berikut :
a. Identifikasi issue untuk dikembangkan menjadi standar;
b. Konsultasikan issue dengan DKSAK;
c. Membentuk tim kecil dalam DSAK;
d. Melakukan riset terbatas;
e. Melakukan penulisan awal draft;
f. Pembahasan dalam komite khusus pengembangan standar yang dibentuk DSAK;
g. Pembahasan dalam DSAK;
h. Penyampaian Exposure Draft kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak penerapan standar;
i. Peluncuran draft sebagai Exposure Draft dan pendistribusiannya;
j. Public hearing;
k. Pembahasan tanggapan atas Exposure Draft dan masukan Public Hearing;
l. Limited hearing
m. Persetujuan Exposure Draft PSAK menjadi PSAK;
n. Pengecekan akhir;
o. Sosialisasi standar.
2. Due Process Procedure penyusunan Interpretasi SAK, Panduan Implementasi SAK dan Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process yang diatur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public hearing.

3. Due Process Procedure untuk pencabutan standar atau interpretasi standar yang sudah tidak relevan adalah sama dengan due process procedures penyusunan standar yang diatur dalam ayat 1 diatas tanpa perlu mengikuti tahapan due proses e, f, i, j, dan k sedangkan tahapan m dalam ayat 1 diatas diganti menjadi: Persetujuan pencabutan standar atau interpretasi.



https://edhane.wordpress.com/2010/04/01/sejarah-sak/

Rabu, 06 Mei 2015

GLOBAL VS REGIONAL


DAMPAK PENERAPAN IFRS DI BEBERAPA NEGARA

        Saat ini sudah banyak negara yang mengadaptasi IFRS sebagai pedoman dalam pelaporan keuangan. Bahkan ada negara-negara yang telah mengadopsi penuh yaitu menerjemah IFRS sebagai standar akuntansi di negaranya. Uni Eropa, Hongkong, Australia, Malaysia, dan Singapura adalah beberapa negara yang telah mengadopsi IFRS. Untuk dapat menarik investor asing, Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional, mau tidak mau harus mengikuti perubahan tersebut. Dengan mengikuti IFRS, berarti laporan keuangan akuntansi Indonesia telah menggunakan bahasa global sehingga mudah dipahami oleh pasar global. Perusahaan di Indonesia akan lebih mudah dalam melakukan transaksi lintas negara termasuk merger dan akuisisi.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSHd5oSePFm0AGz2tCWE4Rdch-RtjXy2Gk2_U554JV1TNL8AlkBQBjjWx1fpkntI9X48dAn0blXAwVou6TQVT8VFFSyWwuBJhUjTM8dacAqp8HtAHfUu-nG_XYpbkejTtNzG9_wFPvmJaE/s1600/Bisnis.jpg

        Perkembangan standar akuntansi internasional yang seragam merupakan fenomena baru dan perkembangan standar yang seragam ini pun masih dalam tahap infancy. Sebagai contoh, Uni Eropa tidak mewajibkan penggunaan IFRS untuk perusahaan publik meraka sampai dengan tahun 2005. Hasilnya, masih relatif sedikit data yang mengungkapkan konsekuensi ekonomi dari kewajiban adopsi/penggunaan IFRS. Dengan diterapkannya IFRS dibeberapa negara, pasti ada dampak yang timbul pada negara tersebut. 

Armstrong, Barth, Jagonlizer dan Riedl (2007) menguji reaksi di pasar modal di Eropa setelah penerapan IFRS mulai tahun 2005 di negara-negara Uni Eropa. Adopsi IFRS di Uni Eropa merupakan perubahan fundamental terhadap laporan keuangan dan menimbulkan kontroversi dan perdebatan yang sampai ke petinggi-petinggi pemerintahan. Hal-hal yang menjadi kontroversi dan perdebatan adalah yang berkenaan dengan manfaat versus biaya dari pengadopsian IFRS dan implikasi apabila konvergensi IFRS dimodifikasi di standar akuntansi lokal. Armstrong et. all. (2009) lebih tepatnya ingin meneliti reaksi pasar modal Eropa terhadap modifikasi konvergensi IFRS di negara Eropa.

        Penelitian mereka bermula dari hipotesis investor bereaksi secara positif terhadap penerapan IFRS apabila investor mempunyai ekspektasi aplikasi IFRS akan menghasilkan kualitas informasi laporan keuangan, yang menurunkan asimetri informasi antara perusahaan dan investor dan risiko informasi dan biaya modal. Investor juga percaya penerapan IFRS memiliki banyak manfaat seperti menurunkan biaya untuk membandingkan laporan keuangan satu perusahaan dengan yang lain yang akan mendorong pasar modal Eropa yang lebih kompetitif secara global. Di sisi lain, dimungkinkan investor di Eropa bereaksi negatif terhadap adopsi IFRS apabila perusahaan, yang menerapkan IFRS, menghasilkan laporan keuangan yang memiliki kualitas yang lebih rendah. Sebagai contoh IFRS tidak secara cukup mencerminkan perbedaan-perbedaan regional yang menyebabkan perbedaan dalam standar akuntansilokal.

         Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa pasar akan bereaksi positif untuk perusahaan-perusahaan yang mempunyai kualitas informasi yang tinggi setelah penerapan IFRS, sesuai dengan harapan investor akan manfaat dari penerapan IFRS untuk mengurangi asimetri dalam informasi.

Cuijpers dan Buijink (2005) menggunakan estimasi biaya modal implikasian (implied cost of capital estimates) dan tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang menggunakan standar lokal dengan IFRS di negara-negara Uni Eropa. Daske (2006) menguji adopsi IFRS secara sukarela oleh perusahaan-perusahaan Jerman dan menemukan bahwa perusahaan-perusahaan IFRS menunjukkan biaya modal ekuitas lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan dengan standar akuntansi Jerman. Daske, Hail, Leuz, and Verdi (2007a) menunjukkan bahwa perusahaan dengan komitmen “serius” untuk mengadopsi IFRS mempunyai biaya modal lebih tinggi manfaat biaya modal dan likuiditas pasar dibandingkan dengan perusahaan yang secara sederhana mengadopsi IFRS hanya sebagai “label”.

        Platikanova (2007) menguji ukuran likuiditas pasar pada perusahaan-perusahaan di empat negara Eropa. Selain menemukan perubahan heterogen dalam ukuran likuiditas di empat negara setelah adopsi IFRS, Platikanova (2007) juga menemukan bahwa secara penurunan secara keseluruhan dalam perbedaan likuiditas antar negara setelah adopsi IFRS. Daske, Hail, Leuz and Verdi (2007b) juga menguji dampak adopsi IFRS di 26 negara terhadap likuiditas pasar, biaya modal ekuitas dan Tobin’s Q. Mereka menemukan bahwa, secara rata-rata, likuiditas pasar dan penilaian ekuitas meningkat di sekitar pengenalan adopsi mandatory IFRS di negara-negara yang mereka uji. Namun, keunggulan dan manfaat pasar ini hanya ada di negara-negara dengan rezim strict enforcement dan lingkungan institusioal yang menyediakan insentif pelaporan yang kuat. Menariknya, mereka menemukan bahwa dampak pasar modal setelah adopsi wajib IFRS adalah lebih pronounced untuk perusahaan-perusahaan yang pada awalnya secara sukarela (voluntarily) beralih ke IFRS sebelum menjadi diwajibkan.

        Di Indonesia sendiri, implementasi IFRS dapat memberikan dampak dalam dunia bisnis dan jasa audit di Indonesia. Berikut ini adalah berbagai dampak dalam penerapan IFRS :
1.      Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
2.      Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
3.      Kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
4.      Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunaan balance sheet approach dan fair value.
5.      Principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management).
6.      Penggunaan off balance sheet semakin terbatas.

        Konvergensi ke IFRS ke dalam standar akuntansi di tingkat lokal mempunyai tanggapan yang beragam di negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, yang pada umumnya menerima pengadopsian IFRS sebagai standar akuntansi lokal. Penerapan IFRS menimbulkan kesulitan dan ketidakpraktisan dalam penerapannya, terutama dalam masalah penentuan fair value terhadap penilaian suatu aset dan kewajiban. Dan dampak penerapan IFRS bagi perusahaan di beberapa negara sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Ada yang perubahannya besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi.

            Indonesia telah mengadopsi IFRS secara penuh pada Januari 2010. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Namun, perubahan tersebut tentu saja akan memberikan efek di berbagai bidang, terutama dari segi pendidikan dan bisnis.

            Dampak pengadopsian IFRS untuk bidang pendidikan antara lain :
1.      Perubahan mind stream dari rule based ke principle based.
2.      Banyak menggunakan professional judgement.
3.      Banyak menggunakan fair value accounting.
4.      IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain.
5.      Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain
6.      Perubahan text book dari US GAPP ke IFRS.

Bagi perusahaan, IFRS menimbulkan dampak positif dan negatif. Berikut ini adalah berbagai dampak yang ditimbulkan :
1.      Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
2.      Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
3.      Di sisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
4.      Principle based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgement ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management)
5.      Penggunaan of balance sheet semakin terbatas

Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industry, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk perusahaan yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Perubahan tidak hanya dilakukan pada tingkat perusahaan, namun perlu juga ada perubahan Bank Indonesia, contohnya tentang penyisihan atas kredit yang disalurkan.


DAFTAR PUSTAKA




Selasa, 07 April 2015

PERKEMBANGAN AKUNTANSI INDONESIA

PERKEMBANGAN AKUNTANSI INDONESIA

PENDAHULUAN
Akuntansi Indonesia mengalami pasang surut perkembangan. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi di Indonesia. Faktor tersebut antara lain lingkungan politik dan ekonomi serta organisasi profesi Seperti diketahui Indonesia telah mengalami perubahan dalam lingkungan politik dengan ditandai pergantian kepemimpin yang memiliki karakter berbeda. Perbedaan karakter kepemimpinan ini pada akhirnya akan mempengaruhi model ekonomi Negara serta mempengaruhi praktik akuntansi.

1. SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI INDONEISA
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry book keeping) sebagaimana yang dikembangkan ole h luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selam era ini (Diga dan Yunus Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Intrernal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995).Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915 (Soemarso 1995). Akuntan public yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan public. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemasro 1995).Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964 (Soemarso 1995) telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok terebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetetif dan lebih berorentasi pada pasar dengan dukungan praktik akuntansi lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional (Rosser 1990). Sebelum perbaikan pasar model dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan – satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/ kredit dari bank domestic dan asing; dan satu lagi yang menunjukkan hasil negative (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB 2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangakan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat barbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/ pelaporan keuangan kedalam Undang-undang Pasar Modal Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningnkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (Tansparancy).

2. PERKEMBANGAN ORGANISASI PROFESI AKUNTANSI
Sampai dengan tahun 1950an, di Indonesia belum ada profesi akuntansi lulusan universitas lokal. Hampir semua akuntan memiliki kualifikasi proffesional yang berasal dari Belanda. Munculnya Undang-Undang No. 34/ 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan merupakan fondasi lahirnya akuntan yang berasal dari universitas lokal. Pada tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan public milik orang Belanda tidak mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas Indonesia bersama-sama dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI yang pertama (Yunus 1990). Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan status profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian serta kompetensi akuntan.Selama tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi akuntansi. Profesi akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968 (Soemarso 1995). Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat menjadi anggota IAI (ADB 2003)Pada tahun 1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993. misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.Kemajuan selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).Empat puluh lima tahun setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan Profesi akuntansi menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1) Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit
2) Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.Tahun 2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibentuknya UU Akuntan Publik adalah :

a) Melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan public.
b) Memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik.
c) Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik. Hal penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik dan kantor akuntan public dapat dituntut dengan sanksi pidana.

3. PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI DI INDONESIA
Proses penyusunan standar akuntansi yang baik harus memiliki lima tahapan
1) Design – aspek khusus akuntansi tertentu diidentifikasi dan diteliti dan exposure draft  disiapkan
2) Approval – draft tersebut direview dan jika layak akan disetujui sebagai
3) Education – penjelasan kepada penyusun dan pemakai laporan keuangan tentang pengaruh dan implementasi standar yang baru
4) Implementation – ketentuan dalam standar terebut diaplikasikan dalam
5)Enforcement – pengawasan dan pemberian sanksi bagi yang tidak Penyusunan standar akuntansi Indonesia pada dasarnya mengacu pada model Amerika dengan sedikit modifikasi. Menurut aturan yang dibuat Dewan Standar Akuntansi Keuangan, proses penyusunan standar akuntansi keuangan melibatkan delapan tahap berikut ini (ADB 2003) :
a. Issue Identification. Kongres IAI yang bertemu setiap 4 tahun mengeluarkan resolusi tentang program kerja strategi DSAK. DSAK ini memonitor dan mempertimbangkan pengumuman resmi yang dikeluarkan International Accounting Standar Board (IASB) dan badan perumus standar akuntansi lainnya serta mereview masukan yang diberikan secara langsung oleh pihak
b. Preliminary Consideration. DSAK mendiskusikan isu yang ada dan komisi yang diperlukan serta melakukan penelitian terhadap isu yang ada sebelum isu tersebut dimasukkan dalam program kerja DSAK.
c. Preparation of Accounting Discussion Paper. Untuk setiap topic yang diterima, DSAK membentuk Komite Khusus untuk menyiapkan topic outline dan Accounting Discussion Paper (ADP) yang secara rinci menjelaskan dan menganalisa topik tersebut.
d. Preparation of Exposure Draft (ED). Atas dasar pertimbangan yang terdapat dalam ADP, DSAK menyiapkan ED awal yang harus konsisten dengan kerangan standar akuntansi internasional. ED awal ini didistribusikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan tanggapan.
e. Publication of ED. ED dipublikasikan di Media Akuntansi – Majalah IAI dan didistribusikan kepada pihak yang berkepentingan paling lambat 1 bulan sebelum Public hearing.
f. Public Hearings. Public hearing diselenggarakan untuk memberi kesempatan pada pihak yang berkepentingan untuk menyampaikan pandangan mereka terhadap ED tersebut. Atas dasar masukan tersebut, DSAK akan berkonsultasi dengan pemerintah, organisasi dan individu lain yang relevan sebelum disahkan menajadi PSAK.
g. PSAK Preparation. Jika perlu, DSAK mengubah ED untuk merefleksikan hasil konsultasi yang telah dilakukan.
h. Approval and Promulgation. DSAK menyetujui PSAK untuk diterbitkan sebagai pedoman resmi praktik akuntansi tertentu. PSAK yang disetujui dipublikasikan melalui Media Akuntansi dan Website IAI.Perkembangan akuntasi di Indonesia mengalami pasang surut, beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain lingkungan politik dan ekonomi serta Proses pembentukan standar akuntansi atau sering disebut dengan standar setting process merupakan proses yang cukup pelik oleh karena melibatkan aspek politik, bisnis, sosial budaya. Aspek politik cukup dominan karena tarikan beberapa kepentingan baik pihak pemerintah, swasta maupun profesi akuntan itu sendiri.Hal ini dapat dipahami karena standar akuntansi yang akan diberlakukan akan mengikat Dilihat dari aspek bisnis, standar akuntansi akan berkembang seiring dengan perkembangan dunia bisnis. Munculnya transaksi-transaksi bisnis baru yang semakin komplek menuntut adanya standar akuntansi yang mengatur transaksi tersebut. Oleh karena standar akuntansi akan diterapkan pada suatu komunitas tertentu maka aspek sosial budaya juga akan mewarnai penyusunan standar tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

Abdoelkadir, K.K., 1982, “The Perception of Accountants and Accounting Students on the Accounting Profession in Indonesia”, PhD Dissertation, Texas A&M

ADB. 2003. “Diagnosa Study of Accounting and Auditing Practice (Private Sector) : Republic of Indonesia.” ADB Report, Asian Development Bank: Manila, 21

Bachtiar, E., 2001. “The Professionalization of Accounting in Indonesia”, Paper disajikan dalam the Second International Accounting History Conference,Osaka Jepang, Agustus 2001.Craig, R. and J. Diga. 1998. “Corporate Accounting Disclosure in Asean.” Journal of International Financial Management and Accounting, 9:3, pp. 246-274.

Prof.Dr.Imam Ghozali, M.Com,Akt and Dr.Anis Chariri, M.Com,Akt “ Teori Akuntasi edisi 3 ”