PERKEMBANGAN
AKUNTANSI INDONESIA
PENDAHULUAN
Akuntansi
Indonesia mengalami pasang surut perkembangan. Ada berbagai faktor yang
mempengaruhi perkembangan akuntansi di Indonesia. Faktor tersebut antara lain
lingkungan politik dan ekonomi serta organisasi profesi Seperti diketahui
Indonesia telah mengalami perubahan dalam lingkungan politik dengan ditandai
pergantian kepemimpin yang memiliki karakter berbeda. Perbedaan karakter
kepemimpinan ini pada akhirnya akan mempengaruhi model ekonomi Negara serta
mempengaruhi praktik akuntansi.
1.
SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI INDONEISA
Praktik
akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar 17
(ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan
dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu
praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di
Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan
berpasangan (Double-entry book keeping) sebagaimana yang dikembangkan ole h
luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial
utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di
Indonesia selam era ini (Diga dan Yunus Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan
meningkat cepat selama tahun 1800an awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan
dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan
modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya
permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi
auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang
terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris
yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan
tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Intrernal auditor yang pertama
kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada
tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan
mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia
pada tahun 1907 (Soemarso 1995).Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak
berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk
pada tahun 1915 (Soemarso 1995). Akuntan public yang pertama adalah Frese dan
Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. pendirian kantor
ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada
tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst
(Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja
sebagai akuntan public. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang
akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan
Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemasro 1995).Kesempatan bagi
akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya
Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang
berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso 1995). Praktik akuntansi
model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an).
Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model
Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya
orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan
akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).Atas dasar nasionalisasi dan
kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi
model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika
mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah.
Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan
pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas
Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN)
1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas
Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964 (Soemarso 1995) telah mendorong
pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960
(ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem
akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).Pada pertengahan tahun 1980an,
sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi
dan akuntansi. Kelompok terebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih
kompetetif dan lebih berorentasi pada pasar dengan dukungan praktik akuntansi lebih
baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor
asing dan lembaga-lembaga internasional (Rosser 1990). Sebelum perbaikan pasar
model dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik
banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan – satu untuk menunjukkan
gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu
untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk
mengajukan pinjaman/ kredit dari bank domestic dan asing; dan satu lagi yang
menunjukkan hasil negative (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).Pada awal
tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul
seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat
mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus
Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan
presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990 tetapi gagal
mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB 2003). Bank Duta juga tidak
menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya
tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan wajar tanpa
pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan
1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah
Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah
menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” mejadi model
yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.Berbagai skandal
tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan
kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama,
pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi
keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank)
melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangakan
regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995,
pemerintah membuat barbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-undang
Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek
akuntansi/ pelaporan keuangan kedalam Undang-undang Pasar Modal Jatuhnya nilai
rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk
memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningnkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (Tansparancy).
2.
PERKEMBANGAN ORGANISASI PROFESI AKUNTANSI
Sampai
dengan tahun 1950an, di Indonesia belum ada profesi akuntansi lulusan
universitas lokal. Hampir semua akuntan memiliki kualifikasi proffesional yang
berasal dari Belanda. Munculnya Undang-Undang No. 34/ 1954 tentang Pemakaian
Gelar Akuntan merupakan fondasi lahirnya akuntan yang berasal dari universitas
lokal. Pada tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari
Universitas Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan public milik orang
Belanda tidak mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut,
akuntan lulusan Universitas Indonesia bersama-sama dengan akuntan senior
lulusan Belanda mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23
Desember 1957. professor Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan
Belanda adalah Ketua Umum IAI yang pertama (Yunus 1990). Tujuan didirikannya
IAI ini antara lain mempromosikan status profesi akuntansi, mendukung
pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian serta kompetensi akuntan.Selama
tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan
permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi
akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik
yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi
akuntansi. Profesi akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu
setelah dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang
Penanaman Modal Dalam Negeri 1968 (Soemarso 1995). Usaha profesionalisasi IAI
mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi akuntansi yang pertama yaitu
pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh adanya Surat Keputusan Menteri
Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat menjadi anggota IAI (ADB 2003)Pada
tahun 1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk
mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan
Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk
mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan
penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan
Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai
oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993. misinya adalah untuk mengembangkan
pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.Kemajuan
selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori
Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar
akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian
Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan
Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan
publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai
akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini
mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri
Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur
perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini
kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).Empat puluh lima tahun setelah
pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui keberadaanya
di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan
pendidikan dan akuntan Profesi akuntansi menjadi sorotan publik ketika terjadi
krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya
berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang
mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang mendapat opini wajar tanpa
pengecualian (unqualified audit opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni
1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui Financial Governance Reform Sector
Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat
proses pengelolaan perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan.
Kebijakan FGRSDP yang disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun
peraturan yang membuat :
1)
Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit
2)
Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan
informasi publik lainnya.Tahun 2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft
Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft
ini disebutkan bahwa tujuan dibentuknya UU Akuntan Publik adalah :
a)
Melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan public.
b)
Memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik.
c)
Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong
era liberalisasi jasa akuntan publik. Hal penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan
yang menyebutkan bahwa akuntan publik dan kantor akuntan public dapat dituntut
dengan sanksi pidana.
3.
PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI DI INDONESIA
Proses
penyusunan standar akuntansi yang baik harus memiliki lima tahapan
1)
Design – aspek khusus akuntansi tertentu diidentifikasi dan diteliti dan exposure
draft disiapkan
2)
Approval – draft tersebut direview dan jika layak akan disetujui sebagai
3)
Education – penjelasan kepada penyusun dan pemakai laporan keuangan tentang
pengaruh dan implementasi standar yang baru
4)
Implementation – ketentuan dalam standar terebut diaplikasikan dalam
5)Enforcement
– pengawasan dan pemberian sanksi bagi yang tidak Penyusunan standar akuntansi
Indonesia pada dasarnya mengacu pada model Amerika dengan sedikit modifikasi.
Menurut aturan yang dibuat Dewan Standar Akuntansi Keuangan, proses penyusunan
standar akuntansi keuangan melibatkan delapan tahap berikut ini (ADB 2003) :
a.
Issue Identification. Kongres IAI yang bertemu setiap 4 tahun mengeluarkan resolusi
tentang program kerja strategi DSAK. DSAK ini memonitor dan mempertimbangkan
pengumuman resmi yang dikeluarkan International Accounting Standar Board (IASB)
dan badan perumus standar akuntansi lainnya serta mereview masukan yang diberikan
secara langsung oleh pihak
b.
Preliminary Consideration. DSAK mendiskusikan isu yang ada dan komisi yang
diperlukan serta melakukan penelitian terhadap isu yang ada sebelum isu tersebut
dimasukkan dalam program kerja DSAK.
c.
Preparation of Accounting Discussion Paper. Untuk setiap topic yang diterima,
DSAK membentuk Komite Khusus untuk menyiapkan topic outline dan Accounting
Discussion Paper (ADP) yang secara rinci menjelaskan dan menganalisa topik
tersebut.
d.
Preparation of Exposure Draft (ED). Atas dasar pertimbangan yang terdapat dalam
ADP, DSAK menyiapkan ED awal yang harus konsisten dengan kerangan standar
akuntansi internasional. ED awal ini didistribusikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan untuk mendapatkan tanggapan.
e.
Publication of ED. ED dipublikasikan di Media Akuntansi – Majalah IAI dan
didistribusikan kepada pihak yang berkepentingan paling lambat 1 bulan sebelum
Public hearing.
f.
Public Hearings. Public hearing diselenggarakan untuk memberi kesempatan pada
pihak yang berkepentingan untuk menyampaikan pandangan mereka terhadap ED
tersebut. Atas dasar masukan tersebut, DSAK akan berkonsultasi dengan
pemerintah, organisasi dan individu lain yang relevan sebelum disahkan menajadi
PSAK.
g.
PSAK Preparation. Jika perlu, DSAK mengubah ED untuk merefleksikan hasil
konsultasi yang telah dilakukan.
h.
Approval and Promulgation. DSAK menyetujui PSAK untuk diterbitkan sebagai
pedoman resmi praktik akuntansi tertentu. PSAK yang disetujui dipublikasikan
melalui Media Akuntansi dan Website IAI.Perkembangan akuntasi di Indonesia
mengalami pasang surut, beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain lingkungan
politik dan ekonomi serta Proses pembentukan standar akuntansi atau sering
disebut dengan standar setting process merupakan proses yang cukup pelik oleh
karena melibatkan aspek politik, bisnis, sosial budaya. Aspek politik cukup dominan
karena tarikan beberapa kepentingan baik pihak pemerintah, swasta maupun profesi
akuntan itu sendiri.Hal ini dapat dipahami karena standar akuntansi yang akan
diberlakukan akan mengikat Dilihat dari aspek bisnis, standar akuntansi akan
berkembang seiring dengan perkembangan dunia bisnis. Munculnya
transaksi-transaksi bisnis baru yang semakin komplek menuntut adanya standar
akuntansi yang mengatur transaksi tersebut. Oleh karena standar akuntansi akan
diterapkan pada suatu komunitas tertentu maka aspek sosial budaya juga akan
mewarnai penyusunan standar tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdoelkadir,
K.K., 1982, “The Perception of Accountants and Accounting Students on the
Accounting Profession in Indonesia”, PhD Dissertation, Texas A&M
ADB.
2003. “Diagnosa Study of Accounting and Auditing Practice (Private Sector) :
Republic of Indonesia.” ADB Report, Asian Development Bank: Manila, 21
Bachtiar,
E., 2001. “The Professionalization of Accounting in Indonesia”, Paper disajikan
dalam the Second International Accounting History Conference,Osaka Jepang,
Agustus 2001.Craig, R. and J. Diga. 1998. “Corporate Accounting Disclosure in
Asean.” Journal of International Financial Management and Accounting, 9:3, pp.
246-274.
Prof.Dr.Imam
Ghozali, M.Com,Akt and Dr.Anis Chariri, M.Com,Akt “ Teori Akuntasi edisi 3 ”