Strategi Menghadapi MEA 2015
Saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan berat. Salah
satunya posisi daya saing Indonesia yang kembali turun. Dalam laporan The
Global Competitiveness Index 2012-2013, Indonesia menempati posisi ke-50
dari 144 negara di dunia dengan skor 4,4, atau turun 4 level dari tahun lalu
yang berada di posisi 46. Data ini selaras dengan realitas sumber daya
manusia khususnya pemuda. Posisi pemuda sebagian besar banyak mengalami
stagnasi dan distorsi akibat disoreintasi. Pemuda kehilangan elan vitalnya
sebagai salah satu agent of change bagi kebangkitan bangsa.
Saat ini pula mereka buta akan realitas sosial yang ada, ditambah dengan
perilaku individualis, pragmatis, hedonis dan konsumtif yang menyebabkan
menurunnya citra daya saing pemuda sebagai tonggak inovasi dan kedigdayaan
suatu bangsa.
Sungguh ironis, di kawasan ASEAN saja, daya saing Indonesia
sendiri berada pada posisi ke 40, lebih baik dari Filipina di urutan 59 dan
Vietnam dengan rating 70, Laos 81, Kamboja 88 atau Myanmar di posisi 139.
Indonesia masih berada di bawah Thailand dengan rating 37, Brunei Darussalam
di posisi 26, dan Malaysia di peringkat ke 24. Data ini menunjukan
posisi tawar daya saing Indonesia sedikit mengkhawatirkan dibandingkan dengan
negara tetangga. Betapa bangsa besar ini masih kurang kompetitif dibandingkan
dengan negara tetangga yang secara defacto sumber daya alam sedikit.
Daya saing yang kurang progresif dan malahan dicederai dengan
ketidakmerataan kreatifitas pemuda di semua level tingkatan pendidikan. Cukup
mengkhawatirkan bagi sebagian kalangan intelektual muda yang notabebe yang
sering mendengungkan gerakan inovasi dan kreasi. Padahal kelihatannya bangsa
ini punya kesempatan emas untuk terus bangkit dibandingkan negara tetangga.
Kita bisa menengok data BPS, tahun 2013 lalu jumlah pemuda mencapai 62,6 juta
orang, atau rata-rata 25 persen dari proporsi jumlah penduduk secara
keseluruhan. Berkaca pada data tersebut, kekuatan daya saing pemuda memegang
peran penting dan strategis membawa arah perjalanan bangsa, termasuk dalam
menghadapi peluang MEA 2015 yang sudah di depan mata. Pemuda dapat bertindak
nyata dan menjadi faktor kebangkitan bangsa. Sayangnya, dari sejumlah
indikator, daya saing pemuda belum menunjukkan potensi yang sebenarnya.
Setidaknya saat ini rakyat Indonesia kehilangan uang sekira
USD116 Miliar atau setara Rp1.160 triliun setiap tahunnya. Pendapatan negara
yang hilang itu berasal dari sektor industri dan sumber daya alam, sehingga
saat ini Indonesia menghadapi situasi dari gejala negeri yang semakin lemah.
Bukan itu saja, gejala akut disorientasi terus menghantui masa depan pemuda.
Seperti diketahui, proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada
tahun 2013 jumlah pemuda mencapai 62,6 juta orang. Ini artinya, rata-rata
jumlah pemuda 25 persen dari proporsi jumlah penduduk secara keseluruhan.
Berkaca pada data tersebut, kaum muda memegang peran penting dan strategis
membawa arah perjalanan bangsa.
Langkah Strategis
Dalam menghadapi MEA 2015, amat penting bagi pemuda untuk
memfokuskan diri pada aspek-aspek fundamental dan kronis tersebut. Sebab
aspek-aspek tersebut berkontribusi dominan terhadap daya saing Indonesia
menghadapi semua hubungan ekonomi internasional. Menurut Daron Acemoglu dan
James A. Robinson dalam bukunya “Why Nations Faill” (2012), sebuah negara berpotensi
menjadi negara gagal akibat salah dalam pengambilan kebijakan, yakni ketika
gagal dalam membangun institusi ekonominya. Para pengambil kebijakan harus
ingat bahwa krisis di Uni Eropa dan Amerika Serikat juga terjadi akibat salah
dalam mengambil kebijakan di masa lalu dan ketidakmampuan membaca perubahan
situasi. Bukan tidak mungkin prediksi-prediksi manis tentang Indonesia di
masa depan kandas akibat kesalahan perilaku pemimpin bangsa hari ini.
Pemerintah perlu memperhatikan dengan seksama strategi pemenuhan kebutuhan
pemuda dalam menghadapi MEA 2015.
Peran pemuda dalam menghadapi AEC 2015 sangat dibutuhkan
mengingat bahwa pemuda sebagai tonggak perubahan. Fokus terhadap pemuda mesti
menjadi prioritas. Misalnya, bagaimana menekan angka pengangguran pemuda,
menciptakan ide-ide kreatif agar para sarjana dapat semakin besar memiliki
minat menjadi wirausaha serta mampu melakukan inovasi kebijakan lainnya.
Berbagai tantangan di tingkat regional, seperti era Komunitas ASEAN 2015,
misalnya, harus diantisipasi, bagaimana menyiapkan pemuda yang mampu bersaing
dan jeli mengambil peluang pasar AEC 2015.
Salah satu upaya untuk memberdayakan pemuda Indonesia adalah
dengan penanaman dan pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneur skill).
Diharapkan dengan penanaman entrepreneur skill sejak dini,
pemuda Indonesia mampu mendongkrak perekonomian Indonesia di masa depan
terutama dalam memasuki AEC 2015. Menghadapi berbagai tantangan di atas, kita
menaruh harapan terhadap kaum muda sebagai pewaris masa depan. Intervensi
kebijakan yang tepat bagi pemuda hari ini akan memberi dampak bukan hanya 20
atau 30 tahun ke depan, namun bisa memberikan pengaruh bagi satu generasi
selanjutnya.
Perlunya pemuda memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) dan koperasi. Untuk merangsang pemuda untuk berkonstribusi dalam
pemberdayaan UMKM dan koperasi salah satunya adalah diberikan kebebasan dalam
berkreasi dan berinovasi, pemberian kredit selektif di mana kredit ini
diberikan hanya kepada peminjam yang ingin berwirausaha, pemberian
penghargaan kepada wirausaha muda, dan pemberian pelatihan kewirausahaan
sejak dini.
Perlunya Asketisme
Agar generasi baru pemuda dapat menentukan perbaikan negara di
masa depan, diperlukan upaya serius untuk membangun karakter mereka. Salah
satu karakter yang sangat penting ditanamkan adalah asketisme bagi
pembentukan karakter pemuda. Asketisme bisa dibuat tameng yang akan dapat
menjaga idealisme senantiasa bertahan di tengah-tengah godaan
pragmatisme yang kian deras. Salah satu yang patut dievaluasi adalah
persoalan pendidikan yang menjadi salah satu sarana yang sangat penting untuk
menanamkan karakter kepemimpinan pemuda ke depan.
Pendidikan kreatifitas ini bisa diberikan oleh lembaga-lembaga
formal yang memang didesain fokus untuk itu, ataupun oleh lembaga-lembaga
sosial kemasyarakatan yang membawa misi transformasi nilai.
Lembaga-lembaga tersebut harus memainkan peran untuk melakukan pembangunan
kembali karakter kaum muda dengan karakter-karakter yang bersumber dari
nilai-nilai luhur bangsa. Kelompok-kelompok idealis yang saat ini sangat
minimalis, harus melakukan upaya konsisten untuk membangun karakter luhur itu,
tanpa peduli pandangan mata sinis dan penuh keheranan.
Dunia kreatifitas sangat diperlukan menyongsong AEC 2015.
Apalagi perdagangan bebas tidak dapat dihindarkan lagi. Bila pemuda masih
berpangku tangan untuk tidak melakukan inovasi apalagi kreasi, otomatis masa
depan bangsa ini akan semakin terkubur hidup-hidup oleh negara tetangga yang
sudah siap secara ide, praktik bahkan materi. Semoga pemuda makin sadar akan
peran pentingnya bagi kemajuan bangsa ini. ●
|