Rabu, 14 Januari 2015

strategi menghadapi MEA 2015

Strategi Menghadapi MEA 2015 

Saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan berat. Salah satunya posisi daya saing Indonesia yang kembali turun. Dalam laporan The Global Competitiveness Index 2012-2013, Indonesia menempati posisi ke-50 dari 144 negara di dunia dengan skor 4,4, atau turun 4 level dari tahun lalu yang berada di posisi 46. Data ini selaras dengan realitas sumber daya manusia khususnya pemuda. Posisi pemuda sebagian besar banyak mengalami stagnasi dan distorsi akibat disoreintasi. Pemuda kehilangan elan vitalnya sebagai salah satu agent of change bagi kebangkitan bangsa. Saat ini pula mereka buta akan realitas sosial yang ada, ditambah dengan perilaku individualis, pragmatis, hedonis dan konsumtif yang menyebabkan menurunnya citra daya saing pemuda sebagai tonggak inovasi dan kedigdayaan suatu bangsa.

Sungguh ironis, di kawasan ASEAN saja, daya saing Indonesia sendiri berada pada posisi ke 40, lebih baik dari Filipina di urutan 59 dan Vietnam dengan rating 70, Laos 81, Kamboja 88 atau Myanmar di posisi 139. Indonesia masih berada di bawah Thailand dengan rating 37, Brunei Darussalam di posisi 26, dan Malaysia di peringkat ke 24.  Data ini menunjukan posisi tawar daya saing Indonesia sedikit mengkhawatirkan dibandingkan dengan negara tetangga. Betapa bangsa besar ini masih kurang kompetitif dibandingkan dengan negara tetangga yang secara defacto sumber daya alam sedikit.

Daya saing yang kurang progresif dan malahan dicederai dengan ketidakmerataan kreatifitas pemuda di semua level tingkatan pendidikan. Cukup mengkhawatirkan bagi sebagian kalangan intelektual muda yang notabebe yang sering mendengungkan gerakan inovasi dan kreasi. Padahal kelihatannya bangsa ini punya kesempatan emas untuk terus bangkit dibandingkan negara tetangga. Kita bisa menengok data BPS, tahun 2013 lalu jumlah pemuda mencapai 62,6 juta orang, atau rata-rata 25 persen dari proporsi jumlah penduduk secara keseluruhan. Berkaca pada data tersebut, kekuatan daya saing pemuda memegang peran penting dan strategis membawa arah perjalanan bangsa, termasuk dalam menghadapi peluang MEA 2015 yang sudah di depan mata. Pemuda dapat bertindak nyata dan menjadi faktor kebangkitan bangsa. Sayangnya, dari sejumlah indikator, daya saing pemuda belum menunjukkan potensi yang sebenarnya.


Setidaknya saat ini rakyat Indonesia kehilangan uang sekira USD116 Miliar atau setara Rp1.160 triliun setiap tahunnya. Pendapatan negara yang hilang itu berasal dari sektor industri dan sumber daya alam, sehingga saat ini Indonesia menghadapi situasi dari gejala negeri yang semakin lemah. Bukan itu saja, gejala akut disorientasi terus menghantui masa depan pemuda. Seperti diketahui, proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada tahun 2013 jumlah pemuda mencapai 62,6 juta orang. Ini artinya, rata-rata jumlah pemuda 25 persen dari proporsi jumlah penduduk secara keseluruhan. Berkaca pada data tersebut, kaum muda memegang peran penting dan strategis membawa arah perjalanan bangsa.

Langkah Strategis

Dalam menghadapi MEA 2015, amat penting bagi pemuda untuk memfokuskan diri pada aspek-aspek fundamental dan kronis tersebut. Sebab aspek-aspek tersebut berkontribusi dominan terhadap daya saing Indonesia menghadapi semua hubungan ekonomi internasional. Menurut Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam bukunya “Why Nations Faill” (2012), sebuah negara berpotensi menjadi negara gagal akibat salah dalam pengambilan kebijakan, yakni ketika gagal dalam membangun institusi ekonominya. Para pengambil kebijakan harus ingat bahwa krisis di Uni Eropa dan Amerika Serikat juga terjadi akibat salah dalam mengambil kebijakan di masa lalu dan ketidakmampuan membaca perubahan situasi. Bukan tidak mungkin prediksi-prediksi manis tentang Indonesia di masa depan kandas akibat kesalahan perilaku pemimpin bangsa hari ini. Pemerintah perlu memperhatikan dengan seksama strategi pemenuhan kebutuhan pemuda dalam menghadapi MEA 2015.

Peran pemuda dalam menghadapi AEC 2015 sangat dibutuhkan mengingat bahwa pemuda sebagai tonggak perubahan. Fokus terhadap pemuda mesti menjadi prioritas. Misalnya, bagaimana menekan angka pengangguran pemuda, menciptakan ide-ide kreatif agar para sarjana dapat semakin besar memiliki minat menjadi wirausaha serta mampu melakukan inovasi kebijakan lainnya. Berbagai tantangan di tingkat regional, seperti era Komunitas ASEAN 2015, misalnya, harus diantisipasi, bagaimana menyiapkan pemuda yang mampu bersaing dan jeli mengambil peluang pasar AEC 2015.

Salah satu upaya untuk memberdayakan pemuda Indonesia adalah dengan penanaman dan pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneur skill). Diharapkan dengan penanaman entrepreneur skill sejak dini, pemuda Indonesia mampu mendongkrak perekonomian Indonesia di masa depan terutama dalam memasuki AEC 2015. Menghadapi berbagai tantangan di atas, kita menaruh harapan terhadap kaum muda sebagai pewaris masa depan. Intervensi kebijakan yang tepat bagi pemuda hari ini akan memberi dampak bukan hanya 20 atau 30 tahun ke depan, namun bisa memberikan pengaruh bagi satu generasi selanjutnya.

Perlunya pemuda memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi. Untuk merangsang pemuda untuk berkonstribusi dalam pemberdayaan UMKM dan koperasi salah satunya adalah diberikan kebebasan dalam berkreasi dan berinovasi, pemberian kredit selektif di mana kredit ini diberikan hanya kepada peminjam yang ingin berwirausaha, pemberian penghargaan kepada wirausaha muda, dan pemberian pelatihan kewirausahaan sejak dini.

Perlunya Asketisme

Agar generasi baru pemuda dapat menentukan perbaikan negara di masa depan, diperlukan upaya serius untuk membangun karakter mereka. Salah satu karakter yang sangat penting ditanamkan adalah asketisme bagi pembentukan karakter pemuda. Asketisme bisa dibuat tameng yang akan dapat menjaga idealisme senantiasa  bertahan di tengah-tengah godaan pragmatisme yang kian deras. Salah satu yang patut dievaluasi adalah persoalan pendidikan yang menjadi salah satu sarana yang sangat penting untuk menanamkan karakter kepemimpinan pemuda ke depan.

Pendidikan kreatifitas ini bisa diberikan oleh lembaga-lembaga formal yang memang didesain fokus untuk itu, ataupun oleh lembaga-lembaga sosial  kemasyarakatan yang membawa misi transformasi nilai. Lembaga-lembaga tersebut harus memainkan peran untuk melakukan pembangunan kembali karakter kaum muda dengan karakter-karakter yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa. Kelompok-kelompok idealis yang saat ini sangat minimalis, harus melakukan upaya konsisten untuk membangun karakter luhur itu, tanpa peduli pandangan mata sinis dan penuh keheranan.

Dunia kreatifitas sangat diperlukan menyongsong AEC 2015. Apalagi perdagangan bebas tidak dapat dihindarkan lagi. Bila pemuda masih berpangku tangan untuk tidak melakukan inovasi apalagi kreasi, otomatis masa depan bangsa ini akan semakin terkubur hidup-hidup oleh negara tetangga yang sudah siap secara ide, praktik bahkan materi. Semoga pemuda makin sadar akan peran pentingnya bagi kemajuan bangsa ini. ●


1 komentar: